Asus ZenFone 6 adalah flagship terkini dari Asus yang diluncurkan di Valencia pada pertengahan Mei 2019 lalu. Sehingga pada saat post ini ditulis kurang lebih usianya sudah 10 bulan sejak perama kali diperkenalkan kepada publik. Asus ZenFone 6 pada awal diperkenalkannya cukup menghebohkan karena dengan banderol harga yang relatif lebih murah daripada kompetitornya, sekitar US$599 atau 599 Euro, pada saat itu berhasil menjadi peringkat teratas dalam pengetesan Antutu Benchmark. Walaupun pengetesan virtual tidak dapat menjamin kinerja di
real life, namun peringkat tersebut cukup merepresentasi bahwa Asus ZenFone 6 adalah gawai mumpuni.
Asus ZenFone 6 memang memiliki hardware yang sangat memadai pada kala itu. Ditenagai dengan chipset processor Qualcomm Snapdragon 855 berfabrikasi 7 nano meter serta arsitektur CPU Kryo 485 octa-core. Walaupun layarnya masih berpanel IPS LCD, namun memiliki tingkat kecerahan yang tinggi mencapai 466 nits dengan DCI-P3 Color Gamut mencapai prosentase 100%. Akurasi warna yang dihasilkan sangat tinggi dan tidak kalah dari panel AMOLED. Aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah baterai jumbo berkapasitas 5000 mAh didukung dengan kecepatan charge 18 Watt khas Qualcomm Quick Charge 3.0. Secara tampilan Asus ZenFone 6 terlihat gahar namun mewah. Untuk proteksi, bagian belakang HP ini dilapisi dengan Corning Gorilla Glass 3 dan bagian layar dilindungi oleh Corning Gorilla Glass 6 yang sangat kuat.
Secara konektifitas tentu saja lengkap. Asus ZenFone 6 mendukung dual sim card, Wifi serta Bluetooth dan mendukung USB OTG. Sebagai flagship, Asus ZenFone 6 juga memiliki fitur NFC. Sayangnya ada fitur yang absen yaitu Wireless Charging yang biasanya sudah banyak dipakai oleh flagship lainnya. Untuk aspek audio, speakernya bersifat stereo. Satu terdapat di bagian frame bawah HP dan satunya lagi di pojok tengah atas layar. Untuk penggunaan headset dan teman-temannya, disematkan fitur DTS Audio yang memberikan
tuning atau
setting profil suara yang lebih keren. Storagenya mendukung dedicated slot Micro SD hingga kapasitas 2 terabyte. Kecepatan transfernya tinggi karena sudah menggunakan teknologi UFS 2.1, bukan lagi eMMC. Di Indonesia hanya tersedia pilihan 128 gigabyte ROM dan dibekali dengan RAM sebesar 6 gigabyte saja.
Yang paling menarik tentu saja sistem kamera motorik yang diusung. Kamera belakang Asus ZenFone 6 hanya ada dua buah, yaitu kamera utama bersensor Sony IMX 586 beresolusi 48 megapixel dengan bukaan aperture f/1,79 dan kamera Ultra Wide dengan resolusi 13 megapixel bukaan aperture f/2,4. Dengan menggunakan teknologi Flip Camera, modulnya merupakan modul unik karena kameranya berputar 180 derajat. Kamera belakang bisa bertransformasi menjadi kamera belakang. Karena kamera depan perannya digantikan oleh kamera belakang, aspek rasio layar (
screen to body ratio) mencapai 92%. Artinya, tidak ada lagi bezel dahi, notch (poni) atau holepunch (tahilalat) yang mengganggu. Benar-benar layar dengan bezeless sehingga pengalaman mengonsumsi konten multimedia menjadi lebih menyenangkan karena tidak ada gangguan pada layar.
Untuk software nya juga tidak kalah penting. Ketika pertama kali diperkenalkan, Asus ZenFone 6 ditanamkan ZenUI 6 dengan pondasi Android 9 Pie. Asus berani memberikan jaminan update mayor berupa sistem operasi (OS) hingga dua kali. Artinya, pengguna Asus ZenFone 6 akan dimanjakan dengan dua generasi android selanjutnya yaitu Android 10 dan Android 11. ZenUI merupakan dapat dikatakan merupakan salah satu kustomisasi tema Android terbaik salah ini. Konon katanya memiliki user experience seperti Stock Android dan bersaing dengan OxygenOS milik One Plus. ZenUI dapat dikatakan merupakan kawin campur antara Google Stock dengan fitur-fitur ZenUI sebelumnya yang banyak dikeluhkan oleh pengguna Asus. Namun perpaduan kali ini rasanya adalah perpaduan sempurna sekaligus loncatan besar yang banyak diapresiasi oleh Tech Enthusiast.
Saya telah memakai gawai ini selama kurang lebih 5 bulan semenjak bulan Desember 2019. Saya punya cerita sendiri nih dalam memiliki gawai ini. Ceritanya pada saat itu saya belum berniat memiliki HP ini karena duit belum mencukupi. HP saya waktu itu masih Asus ZenFone Max Pro M2. Tapi karena saya dapat rezeki dari menang LKTI MPR, langsung lah saya meluncur ke jagad internet untuk mencari harga termurah di toko terpercaya (karena saya tau biasanya harga offline lebih mahal daripada harga online). Setelah mengubek-ngubek banyak seller di beberapa marketplace, saya menemukan dua seller yang paling potensial. Satu di Surabaya dan satu di Bogor. Yang di Surabaya ini sebenarnya penyesalan terbesar dalam hidup saya karena barangnya masih baru kinyis-kinyis dan harganya termurah. Sellernya juga terlihat terpercaya karena dilihat dari rating dan riwayat penjualan yang bagus sehingga menurut saya no tipu-tipu. Interaksi dengan dia juga terasa tidak ada yang salah. Namun ketika akan checkout, saya ketiduran dong. Paginya ketika saya terbangun, saya kaget dan buru-buru membuka laman pembelian yang masih terbuka sejak malam sebelum ketiduran. Saya lemas ketika melihat sudah ada yang booking HP itu. Padahal stocknya cuma satu dan benar-benar seperti barang langka, harga termurah, kondisi benar-benar baru dan seller terpercaya.
Akhirnya saya tidak menyerah untuk mendapatkan yang termurah lainnya. Pilihan saya yang lain jatuh pada seller yang di Bogor. Sebetulnya ada seller yang berasal dari kota saya sendiri, Malang dan harganya paling murah namun "terlihat" masih rasional. Saya meminta untuk COD dengan bertanya alamatnya yang kalau dilihat dari kecamatan tokonya dekat dari rumah saya. Niatnya sekalian beli sekalian berkunjung ke rumah teman di dekat situ. Tapi ketika menghubungi sellernya, benar-benar mencurigakan dan terlihat seperti ingin menipu. Dia tidak mau COD maunya lewat aplikasi. Dia memaksa saya untuk segera checkout melalui aplikasi. Seingat saya harganya waktu itu 6 juta. Masih cukup rasional karena selisihnya hanya 1 juta dari harga resmi. Tapi dengan kondisi seller yang mencurigakan yang tidak mau memberi tahu konternya itu, saya mengurungkan niat dan memilih tidak mengambil risiko karena duit 6 juta itu besar bagi saya.
Akhirnya saya kembali ke pilihan seller yang di Bogor, yang ternyata adalah Om Herry SW yang punya forum
Ponselmu. Agan ini memang bukan YouTube Reviewer tapi lebih aktif di Website dan Sosial Media. Awalnya saya tidak tau dan tidak sadar karena nama lapaknya di Bukalapak "Shop Movement". Terus karena kondisinya BNOB alias bekas like new, saya berniat ingin tanya-tanya dulu lewat WA. Saya benar-benar diladenin dan dikasih banyak contoh foto kondisi barangnya. Sellernya waktu itu saya rasa tidak berniat menipu karena interaksi di chat terasa nyaman. Saya diyakinkan bahwa kondisi barangnya masih bagus karena baru beberapa hari dibeli cuma buat di review. Tapi reviewnya tidak aneh-aneh kayak reviewer lain, tidak memainkan Flip Cameranya secara ekstrim. Jadi saya melanjutkan proses checkout dan memilih JNE untuk ekspedisi. Semua berjalan lancar walaupun saya lihat paket saya di JNE tidak bergerak dan masih di tempat seller.
Hingga suatu hari seller menghubungi saya melalui telepon dan bilang JNE menolak pengiriman barang karena HPnya bekas. Kesalahan seller ternyata lupa melengkapi dengan asuransi. Tapi waktu itu seller membutuhkan uang dari penjualan HP ini untuk mengikuti event peluncuran resmi HP Asus ROG Phone 2 di Jakarta. Jadi kalau misalnya dia mengirim ulang dan input resi lagi ke sistem, semakin lama barangnya sampai dan dia tidak kunjung menerima uangnya. Dia bilang padahal dia sudah diundang oleh Asus Indonesia dan ditawarkan untuk membeli ROG. Dalam hati, inilah dasar kepercayaan saya pada seller ini "wah sepertinya seller ini bukan orang biasa sampai diundang Asus gitu". Berbekal kepercayaan itu, akhirnya saya dengan sukarela memencet "Terima Barang" dengan catatan seller mengirimkan barang terlebih dahulu lengkap disertai bukti fotonya. Karena butuh cepat dan dengan harga murah, seller mengirimkan paket saya melalui Lion Parcel. Dia juga mengirimkan bukti foto ketika dia lagi mengambil paket di JNE lalu berpindah lokasi ke Lion Parcel masih dengan paket yang sama dan sedang dilayani oleh petugas Lion Parcel. Saya mengamati dengan seksama apakah ada kejanggalan, siapa tau kan seller berniat mengubah barang dengan barang lain.
Namun saya tidak terlalu curiga ketika melihat barangnya sama di JNE dan di Lion Parcel. Ditunjukkan juga foto dia lagi di teller Lion Parcel sambil membawa kotak AZ6 ini untuk dikirimkan. Akhirnya saya memberanikan diri memencet "Terima Barang" di Bukalapak walaupun saya tahu masih beresiko tinggi karena saya belum benar-benar menerima barang namun uang telah diserahkan ke seller. Saya masih bersuudzon, "bagaimana jika kotaknya memang AZ6 tapi isinya bukan AZ6 tapi handphone lain atau AZ6 versi lama atau malah isinya cuma batu doang atau kosong?". Saya was-was, tapi ya sudahlah namanya rezeki dan musibah sudah digariskan oleh Allah. Toh ini juga uang saya sendiri kalau ditipu ya cuma saya yang rugi. Disaat kegalauan yang menerpa itu, ditambah paket saya di Lion Parcel ga bergerak ketika dilacak lewat website. Disini, alhamdulillah seller proaktif membantu saya melacakkan ke konter Lion Parcel di wilayahnya, yang membuat saya yakin seller ini tidak tipu-tipu (biasanya seller yang tipu-tipu kan ilang gitu aja ketika uang sudah diterimanya). Dia dengan sukarela sekalian keluar sekalian mampir ke pos Lion Parcel.
Dan saya ditunjukkan di sistem komputer bahwa barang memang bergerak lambat karena dikirim menggunakan Kereta Api! (Aneh juga ya ini kan "Lion" Parcel tapi kok dikirimnya lewat Kereta Api, padahal mereka kan basisnya perusahaan penerbangan. Dan lagi, kenapa sih ga di update di website). Singkat cerita barang itu akhirnya sampai juga di Malang dan saya buru-buru mengambil ke gudang Lion Parcel yang dekat dengan rumah saya. Aneh juga ketika dilacak barang saya justru berada di PT XXX, mungkin itu pengelola gudang kali ya. Tapi ketika saya sampai disana dan mbak-mbak petugasnya bilang bahwa paket bisa diambil secara mandiri hanya dengan menunjukkan KTP dan Nomor Resi, ternyata paket saya sedang diantar oleh kurir. Saya kembali was-was. Siangnya ternyata paket saya sudah sampai (cepat juga pelayanan Lion Parcel ini). Saya unboxing dan minta adik saya untuk merekam video saya sedang unboxing.
Saya masih diliputi perasaan was-was, takut kalau isinya ternyata bukan Asus Zenfone 6. Dengan perlahan dan hati-hati saya membuka balutan isolasi diluar, diikuti bubble wrap, dan akhirnya sampai pada kotaknya. Setelah saya keluarkan kotaknya secara sempurna, saya melakukan unboxing yang juga masih was-was. Saya membuka kompartemen berisi kitab-kitab, SIM Tray Ejector (SIM Removal Tool khas Asus yang tidak boleh hilang) dan casing silicon bening, dan lalu dibawahnya... Voila, HP nya!!! Benar-benar Asus ZenFone 6 yang kameranya bisa muter-muter!!! Girang bukan kepalang, ngetes HP nya benar-benar works tanpa ada kendala apapun dan sempat lupa kalo pernah ada penyesalan terbesar ga beli HP ini yang baru dan BNIB dari seller Surabaya. Rasanya benar-benar termaafkan penyesalan itu dengan memegang unit ini langsung di tangan walaupun ga baru-baru amat tapi unit review yang baru aja dibeli dan garansinya masih panjang, dengan harga hanya 6,5juta!!! Di bawahnya lagi ada kelengkapan lain seperti kabel charger yang sudah menggunakan USB Type C dan kepala charger yang mendukung Qualcomm Quick Charge 3.0 dengan kecepatan maksimum 18 Watt.
Okeh itu tadi adalah sekelebat kisah saya. Mari kita mulai topik utama dari post yang sudah berbelit-belit ini, yaitu tentang "middle impression" saya setelah menggunakan HP Asus ZenFone 6 selama 5 bulan. Kenapa disebut middle impression? Karena ini bukan yang pertama maupun yang terakhir. Tapi karena saya tengah menggunakan HP ini. Iyain aja. Jadi saya mulai dari bagian yang mainstream dibahas duluan yaitu tentang desainnya.
1. Desain
Desainnya ini, keren parah sumpah. Kameranya berbeda bentuk dengan model HP yang lama maupun yang lagi trending di 2020 ini. Di saat desainer HP umumnya meletakkan modul kamera di bagian kiri atas secara vertikal/horizontal dengan bentuk Camera Bump yang meniru iPhone 11 dan dedengkotnya, Asus ZenFone 6 ini justru meletakkan modul kameranya di atas tengah (cocok untuk orang perfeksionis). Camera Bump nya juga tidak terlalu tebal sehingga sama sekali tidak mengganggu ketika diletakkan di permukaan datar. Agak kebawah sedikit ada finger print scanner fisik yang berbentuk kotak dan melengkung di setiap sudutnya. Yang membuat estetikanya bertambah adalah penempatan branding Asus ZenFone 6 secara vertikal. Tampilan belakangnya tampak sangat mewah namun elegan dan garang. Sampai-sampai teman saya menyarankan untuk tidak usah memakai casing saking kerennya tampilan belakangnya. Namun saya tetap memakai casing untuk alasan keamanan dan keawetan (casingnya yang tebal model armor pula, otomatis semakin merusak estetikanya wkwkwk).
Di bagian depan layar karena menggunakan kamera putar, benar-benar bezeless, notchless dan anti hole punch hole punch club. Seperti yang dibilang diatas (saya tekankan sekali lagi), mengonsumsi multimedia benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Orang-orang pasti KEPoO sebenarnya HP apa ini kok bisa depannya layar semua. Secara kekuatan, layar ini dibalut Gorilla Glass 6 yang scratch resistant. Untuk bagian framenya yang terbuat dari metal, bagian atas hanya berisi microfon untuk kamera atau microfon atas. Bagian kirinya tidak ada apa-apa selain slot untuk dua kartu SIM dan satu slot dedicated untuk kartu Micro SD berkapasitas maksimal 2 terabite (yang saya yakin anda ga akan membeli memori eksternal dengan kapasitas yang mengalahkan hardisk itu). Untuk bagian kanan ada tombol power off, tombol volume rocker up and down, dan tombol multifungsi/serbaguna yang bisa dikustomisasi penggunaannya. Saya demen banget yang kayak gini, bukan hanya berfungsi sebagai Assistant yang ayolah gausah naif, masih belum banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Mode kustomnya juga ada tiga yaitu single click, double click dan long press click. Satu tombol untuk mengoperasikan tiga fungsi berbeda. Saya pribadi menjadikan single click untuk tangkapan layar (Screenshoot/Screencapture), long press click untuk mengubah-ubah profil audio (sound/vibrate/silent) dan yang paling saya jarang gunakan adalah double click untuk membuka aplikasi viewfinder kamera.
Bagian bawahnya ada speaker grill, microfon bawah, port USB type C, dan port audio jack 3,5 mm. Ya, anda benar! Port ajaib ini masih eksis di Asus ZenFone 6 yang terhitung HP flagship, disaat HP lain sudah menghilangkan keberadaannya (sebagian ada yang menggantinya dengan converter/dongle, sebagian lain memberikan headset dengan port charger). Tidak ada masalah, hanya saja karena terdapat banyak "lubang" jadinya debu rentan masuk. Saran saya belilah Dust Plug atau suatu penambal yang berguna menutup port "ajaib" itu. Saya membeli dengan Merek CatXaa, harganya sangat murah dan menambah estetika HP anda (tidak hanya Asus ZenFone ini saja) dan dapat digunakan untuk membuka SIM Tray. Nah mumpung ngomongin bagian bawah HP ini yang tersemat Speaker Grill, kita bahas kualitas suaranya sekalian ya. HP ini sebenarnya menggunakan sistem Stereo/Dual Speaker. Satunya dibawah persis, dan satunya di bagian atas layar. Suaranya, hmm tidak balance dan jomplang. Suara yang ditembakkan dari bagian bawah speaker terasa menggelegar dan keras namun terasa kurang bagus (agak cempreng) ketika volumenya dimaksimalkan. Sayangnya, kualitas suara speaker atas layar tidak tegas dan sangat lebih kecil (disparitas) dibandingkan dengan speaker bawah HP. Jadi suaranya benar-benar tidak seimbang dan kurang nyaman untuk mengonsumsi konten multimedia, karena seolah-olah Content Creator hanya memfokuskan suaranya ke salah satu bagian (kanan/kiri, tergantung posisi HP dalam genggaman tangan terutama ketika mode landscape). Tapi sejujurnya untuk mendengarkan lagu saja sudah cukup karena kualitas suarau yang ditembakkan speaker bawah good enough, cukup bagi orang awam yang tidak terlalu concern masalah per-audio-an, dengan catatan selama volumenya ga full lho ya. Tenang aja, dengan volume setengah saja sudah cukup menggelegar untuk membuat orang disekitar kita komplain, marah-marah sambil bilang "heh kecilin suaranya". Untungnya untuk suara melalui headset, ada kerjasama antara Asus dengan DTS Audio. Jadi cukuplah untuk meningkatkan pengalaman mengonsumsi konten audio di HP ini.
Ga perlu ngomongin resolusi, dimensi dan bobot matematisnya ya. Intinya resolusi layar dan dimensinya ini besar dan tidak compact buat anda yang bertangan kecil. Sayapun seringkali kesulitan memegang dengan satu tangan. Beratnya sebenarnya tidak terlalu berat, tapi punya saya ini terasa berat karena ada casingnya yang cukup tebal dan terbuat dari karet. Warnanya ada tiga, yang paling mainstream warna glossy hitam kebiru-biruan, warna silver yang baru saja masuk ke Indonesia, dan warna limited edition yang hitam matte. Di genggam tanpa casing jujur terasa licin dan besar (namun tidak berat). Problem saya adalah finishingnya yang glossy ini membuatnya jadi magnet bagi sidik jari dan debu yang mudah menempel. Jadi kalau kamu pembenci casing akan sering membersihkannya dengan tisu, tisu basah atau lap microfiber. Komplain lainnya adalah karena menggunakan motoric kamera yang ga bisa diem, kadang kalau terbanting atau terkena benturan walaupun tidak seberapa kencang, kameranya akan longgar (loose). Solusinya, Asus menyediakan fitur Retract Camera di panel notifikasi untuk mengkalibrasi kamera supaya kembali ke tempatnya.
Komplain selanjutnya adalah karena penempatan tombol yang agak aneh yang semuanya diletakkan di bagian kanan frame HP. Keberadaan tombol multifungsi menyebabkan tombol volume dan tombol power agak kebawah dan nyaris ketengah. Posisi ini membuat saya seringkali tidak sengaja memencet tombol power karena memang ketika saya grip HP, genggaman tangan saya selalu otomatis menaruh jempol tangan kanan saya di bagian kanan tengah HP. Begitu juga ketika saya akan mengambil HP dengan menggunakan tangan kiri secara terkelungkup (layar menghadap keatas) ataupun menggunakan tangan kanan secara terkelungkup (layar menghadap kebawah), tombol power seringkali terpencet. Padahal jika sedang membuka musik di YouTube misalnya, ketika tombol power tidak sengaja terpencet akan mematikan layar dan musik otomatis berhenti. Ga asique.
2. Kamera
Kalau dari segi kamera, mari kita bahas dari sudut pandang
Daily Usage. Apasih yang orang foto sehari-hari? Ya itu yang mau saya bahas disini, gausah muluk-muluk karena saya bukan fotografer. Di section ini, saya ga akan banyak membahas hal teknis yang belum tentu banyak dimengerti oleh orang awam (Saya aja kadang ga ngerti istilah-istilah fotografi). Jadi saya menggunakan bahasa yang lebih luwes dan lebih sederhana saja, gimana sih orang normal yang bukan fotografer menggunakan kamera HP untuk memotret objek-objek tertentu. Kalau anda ingin tau lebih lanjut misalnya berkaitan dengan skin tone, ketajaman gambar, saturation dan lain sebagainya, monggo mampir ke YouTube karena banyak Youtuber yang membahasnya secara detail seperti K2 Gadget dan Droidlime. Saya disini bukan Tech Reviewer jadi apa yang saya review disini hanyalah gawai yang sedang saya gunakan sehari-hari dan melihat dari sudut pandang day to day use.
Pertama kita bahas dari segi hardwarenya, karena menggunakan sistem motorik berbasis Flip Camera, jadi uniknya kamera belakang bisa jadi kamera depan. Nah kalau mau selfie itu terkadang ada masalah sama modul kameranya. Seringkali ketika memindahkan ke depan, modul kameranya tidak berputar secara penuh. Terkadang dia berhenti ketika masih 90% walaupun ga selalu. Dalam artian tidak berputar 100% ke depan hingga mentok. Ketika dipaksa untuk dibenarkan pun ga bisa karena kayak stuck di posisi 90% itu. Didorong bisa, tapi kembali ke "posisi yang tidak benar" itu. Tapi ini juga termasuk
Rare Case, bukan seringkali terjadi dan menurut saya bisa terjadi karena modul kameranya terlalu lama tidak pernah "workout". Saya memang orang yang jarang selfie jadi kamera itu jarang sekali "sit up" dari tempat rebahannya. Selain itu karena body modul kamera yang terbuat dari liquid iron dan terpisah dengan sistem motoric camera banyak yang mempertanyakan keawetan dari sistem ini. Klaim Asus, flip camera dapat bertahan hingga 100.000 kali "sit up" atau sekitar tiga tahun jika anda menggunakannya selama 100 kali dalam sehari. Modul seperti ini memang tidak cocok untuk wanita yang seringkali selfie, tapi cocok untuk fotografer amatiran seperti saya dan untuk anda yang membeli gawai dengan pemakaian lama (long term use). Yang menjadi masalah sebenarnya bukan keawetan karena saya yakin dalam pemakaian normal, HP ini akan bertahan selama lebih dari lima tahun. Masalahnya adalah konstruksi modul kamera yang kurang solid. Selain mudah loose juga mengganggu kesempurnaan vibration motor. Nanti kita bahas lebih lengkap di bawah ya.
Terus masih berhubungan dengan kamera, banyak orang yang mempertanyakan bagaimana jika ada Video Call yang masuk khususnya dari WA? Mekanik Asus rupanya sudah memikirkan hal ini karena dirasa berbahaya. Bagaimana tidak, bayangkan jika anda lagi mengantongi HP ini tiba-tiba ada VC. Normalnya, HP akan mengaktifkan kamera depan sehingga muncul preview wajah kita. Jika sistem itu diterapkan di Asus ZenFone 6 ini tentu menyulitkan karena kan tidak nyaman kalau tiba-tiba motornya berputar sendiri ketika berada di kantong kita. Solusinya dari Asus adalah ketika ada VC masuk tidak serta merta menyalakan kamera depan dengan memutarkan modul kamera. Kamera baru nge-
Flip ketika kita menerima VC itu. Lalu apa yang ditampilkan layar ketika ada panggilan VC? Ya ga ada, blank warna hitam gitu aja. Itu baru saya coba di aplikasi WhatsApp sih belum pernah coba di aplikasi sosial media lainnya kayak Line atau Instagram. Tapi menurut saya teknisi Asus pasti sudah mengoptimasi sistem ini ke banyak aplikasi. Lah wong WhatsApp aja aman kok, seharusnya diadaptasi juga oleh vendor-vendor aplikasi lain lah.
Bagaimana dengan interface cameranya? Mode nya cukup lengkap mulai dari foto dan video reguler, potrait mode untuk bokeh-bokehan, foto panorama (yang ini ga perlu dijelaskan karena memang kameranya memutar sendiri kayak di video-video), night mode, pro mode (untuk foto), slow motion, time lapse, dan yang paling unik fitur motion tracking. Kameranya ini bisa menjepret foto hingga resolusi 48MP, dengan luaran gambar yang hampir mengotak bentuknya. Tapi software kameranya ini sepertinya belum proper karena seringkali error ketika menjepret gambar dengan resolusi 48MP. Error dalam artian tiba-tiba not responding sebentar lalu keluar ke home screen. Akibatnya karena kendala software yang belum mateng itu, menjepret foto dengan resolusi tinggi benar-benar membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Karena seringkali foto yang kita ambil susah payah, gagal terproses dan akhirnya tidak tersimpan ketika softwarenya crash. Karena memang menurut saya mengambil gambar 48MP itu perlu banyak struggle buat HP sehingga post proccessingnya pun memerlukan tenaga ekstra. Solusinya biasanya saya meng-clear-kan semua aplikasi yang berjalan. Repot juga ya? Yah mau bagaimana lagi memang kamera 48MP cukup berat. Hasilnya pun tak tanggung-tanggung, menghabiskan banyak memori! Satu foto beresolusi 48 MP bisa menghasilkan file belasan hingga puluhan megabyte! Tidak heran, karena memang seberat itu...
Untuk hasil fotografinya menurut saya cukup aja. Maksudnya kalau menggunakan mode 48MP itu biasanya saya pakai untuk memfoto objek berupa informasi tulisan seperti menu di kafe. Jadi kalau saya malas beranjak dan berdiri lama di depan kasir untuk milih-milih, saya biasanya memotret menu yang terpampang diatas kasir. Jadi kekasir tinggal pesan dan bayar. Atau seringkali saya gunakan untuk mencari informasi properti. Pas lagi olahraga pagi seringkali melihat rumah dijual dari kejauhan, itu saya foto supaya bisa mendapatkan informasinya. Hasilnya cukup-cukup aja walaupun ketika di zoom hasilnya cukup pecah, tidak sebagus yang kita lihat di review-review niat (mungkin karena mereka motret berkali-kali, kali ya?). Selebihnya saya lebih sering memotret menggunakan resolusi biasa karena gambarnya bisa lebih luas jangkauannya (full screen). Karena memang untuk orang biasa seperti saya, biasanya foto itu digunakan untuk pamer di media sosial seperti Story IG kan? Jadi ya cukup memotret gambar dengan objek yang lengkap dan background yang luas supaya lebih aezthetic daripada menggunakan 48MP yang tidak bisa di zoom kalau dipake di Story IG. Mode malamnya ini keren tapi shutter speednya cukup lama ya membutuhkan waktu hingga beberapa detik untuk memotret objek. Karena konsepnya mengumpulkan cahaya yang minim. Untuk hasilnya, kamera Asus ZenFone 6 sendiri lebih mementingkan untuk menegaskan objeknya. Tidak seperti konsep night mode yang diusung Huawei yang lebih pada menerangkan environment sehingga seolah-olah gambarnya diambil ketika terang cahayanya. Environment dari Asus ZenFone 6 ini tetap mempertahankan kondisi minim cahaya namun dimaksimalkan untuk mempertegas objeknya. Kalau mau menggunakan konsep night mode yang bisa menyulap lingkungan jadi terang, pakailah GCam.
Untuk videonya sendiri dapat merekam hingga 4K 60 FPS. Hasilnya saya akui tajam dan cukup stabil. Namun karena menggunakan Flip Camera yang sebenarnya semi terpisah dari body HP, jadinya penghantaran panasnya buruk. Akibatnya jika menggunakan potensi maksimal perekaman dengan HP ini bisa membuat modul kameranya cepat panas. Oleh karena itu perekaman video dengan 4K 60 FPS dibatasi hanya selama 5 menit saja. Karena memang saya coba untuk merekam satu menit saja rasanya panas. Dan yang tidak kalah penting, hasil file nya sangat besar hingga ratusan megabyte bahkan mencapai hampir 1 gigabyte! Tapi menurut saya benar-benar worth it untuk hasilnya karena bagus, detail dan lancar jaya alias smooth hasilnya. Saya menjadikan mode 4K 60 FPS ini default di HP saya karena saya memang jarang merekam dan sekali merekam biasanya saya tujukan untuk membuat video serius (seperti teaser/aftermovie) jadinya harus menggunakan potensi maksimal. Untuk time lapse nya bisa merekam hingga resolusi 4K, sedangkan slow motionnya maksimal HD 480 FPS. Slow motion ini karena sifatnya memperlambat, jadi warna environment nya menggelap ya tidak seterang jika menggunakan time lapse atau video biasa. Untuk fitur highlight nya yaitu Motion Trackingnya saya rasa masih belum proper karena kamera (plus softwarenya) belum bisa mempertahankan objek foto tetap di tengah frame video. Jadi kamera baru nge-
Flip ketika objek video sudah hampir mendekati ujung jangkauan frame video. Jadinya video tampak tidak cinematic.
Fitur ekstra lain adalah aplikasi stock camera Asus ZenFone 6 ini juga mendukung Google Lens yang memungkinkan integrasi dengan layanan Google seperti translate dan pencarian objek. Selain itu juga mendukung Wide Angle dengan kamera yang sangat luas. Dan kerennya karena menggunakan sistem flip camera, area pengambilan untuk selfie juga sama luasnya seperti menggunakan mode kamera belakang. Bukaan (aperture) dari lensa dedicated Wide Angle ini lebih besar ya, yaitu sebesar F2.2 yang artinya dibawah lensa utama yang sebesar F1,79. Saya kurang paham apakah berpengaruh atau tidak, namun rasanya ketika menggunakan kamera Wide Angle rasanya gambar preview di viewfinder terasa patah-patah, tidak smooth ketika menggunakan kamera utama. Mungkin ada anda yang professional photographer bisa menjelaskan fenomena ini?
Overall, saya cukup puas dengan pengalaman fotografi dari HP ini. Masih kurang puas? Silahkan install Google Cam dengan mengikuti tutorial
disini. Ga ribet dan ga perlu pake leptop kok untuk instalasinya. Saya juga menggunakan GCam yang optimasi softwarenya terkenal sangat memukau. Gambarnya memang setelah diperbandingkan dengan stock camera terlihat lebih menawan sih. Warnanya lebih vibrant dan lebih nonjok/akurat, sedangkan hasil stock camera menurut saya malah cenderung sedikit
bluish. Saya mengakui hasil kamera GCam lebih baik
tapi untuk tujuan publikasi di sosial media. Apa maksudnya? Maksudnya adalah tampilan hasil jepret keseluruhan terlihat bagus, namun tidak terlihat bagus ketika di zoom. Masih lebih bagus zoom hasil default camera apps. Kurang cocok untuk dijadikan foto kenangan yang bisa diperbesar gitu. Nah problem lainnya ketika menggunakan GCam ini adalah prosentase kegagalan jepret yang melebihi default camera apps. Seringkali ketika saya excited akan memotret sesuatu, setelah saya memencet shutter button dan loading untuk mengambil gambar dan gambar terlihat tersimpan di galeri kecil sebelah shutter button. Gambar itu belum selesai karena melewati post processing. Namun seringkali proses itu gagal dan ketika kita keluar dari aplikasi GCam untuk mengecek galeri, gambar itu tidak ada jejaknya sama sekali alias gagal terproses dan gagal tersimpan.
Ini juga berlaku untuk night mode apalagi jika mengaktifkan fitur astrophotography yang terkenal ciamik itu. Astrophotography adalah teknik ketika lensa mengambil banyak cahaya dalam kondisi cahaya yang sangat minim (extreme low light) sehingga memerlukan waktu lama. Bayangkan saja, di pengujian saya membutuhkan waktu hingga 5 menit! Wah bisa ditinggal masak mie nih. Dan coba rasakan bagaimana kezal nya setelah menunggu 5 menit untuk mendapatkan proses fotografi optimal, kamera tiba-tiba error dan foto gagal terproses/tersimpan. Hadeuh. Komplain saya yang lain adalah kurang optimalnya fitur Wide Angle yang terlihat, hanya sedikit lebih luas dibandingkan kamera utama. Dan juga terlihat perlambatan (lag/stuttering) ketika berpindah dari lensa utama ke lensa Wide Angle. Untuk videonya mendukung potensi maksimal dari HP ini namun sayangnya Electronic Image Stabilizer (EIS) nya lebih buruk dibandingkan default camera apps.Semoga ini hanya karena versi GCam yang kurang stabil dan semoga suatu saat nanti ada optimalisasi versi GCam HP ini.
3. Kualitas Layar
Ga usah basa-basi lagi ya, layarnya ini menggunakan panel IPS LCD ya bukan AMOLED. Pasti ada diantara anda yang menyayangkan keputusan ini, tapi percayalah anda ga boleh kecewa sebelum mencicipinya. Anda tidak bisa judge suatu ayam goreng enak sebelum merasakannya secara langsung. Begitu juga dengan saya yang awalnya skeptis, namun saya rasa tidak masalah menggunakan panel apapun selama teroptimasi dengan baik. Asus memang vendor pabrikan produsen smartphone yang langganan menggunakan layar IPS LCD sejak dulu kala. Dan saya merasa mereka telah berhasil mendapatkan resep racikan yang tepat untuk HP yang mereka produksi walau menggunakan layar IPS LCD sekalipun. Saya pernah melihat ada pengguna Asus ZenFone 3 Zoom yang menggunakan panel AMOLED tapi dia komplain tidak betah karena racikan Asus yang masih newbie sehingga dia merasa lebih baik menggunakan HP Asus dengan panel IPS LCD. Sehingga disini kita tidak bisa judge layar Asus ZenFone 6 ini jelek hanya karena panelnya IPS LCD ya, karena sejatinya yang perlu dilihat bukanlah pilihan panel layar, tapi racikan pabrikan...
"Katanya Asus ZenFone 6 itu flagshipnya Asus, tapi kok masih IPS"? Ya nanti kita masukan ke IPA ya biar pinter matematika wkwkwk. Becanda. Pasti ada aja netijen yang julid kayak gitu padahal boro-boro pake, beli aja mungkin kagak karena HP ini saya akui tergolong HP yang merogoh kantong dalam-dalam. 7 juta cuy, saving saya langsung habis kala itu dan harus menjual HP lama saya yang sudah menemani selama hampir satu tahun yaitu Asus ZenFone Max Pro M2 dan Asus ZenFone 2 Max. "Loh berarti iSVER ini pemuja brand Asus? Pantes ngebelain Asus terus". Hmm bukan gitu, saya memang klop sama brand ini karena orang macam saya sesuai dengan preferensi segmentasi pasar yang diselami oleh Asus. Kalau anda ga merasa cocok, berarti anda bukan target pasar Asus. Sesederhana itu. Sayapun menyukai brand Asus tetap objektif kok, coba liat aja review saya diatas kan banyak komplainnya juga. Saya yang setia sama Asus ternyata lebih kritis daripada para Tech Reviewer yang pada umumnya hanya memuji-muji HP Asus karena mereka tidak menjadikannya sebagai daily driver. Jadi mereka cuma tau bagusnya yang ditampilkan marketing-marketing vendor, bukan sampai mengetahui kekurangan sekecil mungkin dari suatu HP Asus.
Itu tadi intermezzonya, jadi mari kita memulai pembahasan mengenai IPS dan AMOLED. Bisa dibilang bahasan saya ini merupakan tepisan/bantahan dari julidan kaum-kaum pembenci Asus (yang saya ga tau kenapa mereka bisa sebenci itu. apakah pengguna/mantan pengguna yang tersakiti atau memang lagi gabut aja yang suka sama perpicuan). Pertama, pasti aja aja yang bilang warna di IPS itu jelek dan ga akurat. Untuk any case, yes. Tapi tidak berlaku untuk HP Asus ZenFone 6 ini. Karena layarnya telah mendukung DCIP3 Color Gamut. Nah loh apa itu, yang suka julid tapi ga paham mending diem aja deh. Karena maksudnya teknologi itu adalah berarti HP ini support akurasi warna 100%. Iya, memang superior jadi untuk warnanya ga terlalu jadi masalah. Palingan kalahnya layar IPS di HP ini dibandingkan AMOLED adalah warna hitamnya yang tidak pekat. Dan karena hal inilah Asus ZenFone 6 tidak support always-on display. Karena kalau ada teknologi itu di layar IPS, sudah pasti akan boros baterai karena warna hitamnya yang tidak pekat (lampu LED nya tidak mati untuk yang bagian berwarna hitam). Berarti ga friendly dong kalau ada notifikasi masuk selain mengandalkan suara?
Tenang, teknisi Asus sudah memikirkan cara mengakalinya. Ada dua fitur utama yang bisa digunakan sebagai pengganti fitur always-on display di AMOLED. Bahkan menurut saya lebih bagus. Yang pertama adalah dibagian atas agak ke kanan layar terdapat LED Notification. Ya benar! Fitur ini sudah langka sekarang. LED Notification memberikan pemberitahuan kepada pengguna jika ada notifikasi masuk. Memang tidak sebagus AMOLED yang bisa menampilkan preview isi notifikasi langsung di layar. Tapi percayalah, titik lampu kecil ini lebih ajaib karena hemat daya dan memiliki pola notifikasi yang unik. Hijau biasanya mengindikasikan baterai penuh dan merah mengindikasikan baterai yang sekarat. Jika dalam kondisi normal hanya menyajikan warna hijau yang seirama dan agak lama, berarti ada satu notifikasi. Namun jika tampil dengan lebih cepat, berarti terdapat beberapa notifikasi aplikasi (mungkin Asus berasumsi semakin intens berarti semakin penting suatu notifikasi). Dan jika terdapat banyak notifikasi dari beragam aplikasi, kelap-kelip LED Notification akan bergantian antara hijau dan merah (yang menurut saya dengan ritme tidak beraturan). Ini membuat kita tidak terganggu untuk mengintip HP dan fokus pada pekerjaan yang lain. Kita hanya melihat HP ketika LED Notifikasi menyala-nyala. Fitur kedua untuk mengakali notifikasi adalah hadirnya Ambient Display. Fitur ini mirip dengan always-on display tapi memiliki jangka waktu tertentu, biasanya dalam hitungan detik untuk menghemat daya HP. Jadi, layar akan menampilkan preview ketika masuk notifikasi baru, dan sifatnya hanya beberapa detik saja. Mungkin kelemahannya dia tidak bisa menampilkan secara penuh dan juga tidak dapat langsung di klik. Harus di klik dua kali untuk memperlihatkan lockscreen dan barulah kita bisa melihat versi panjang dari suatu notifikasi.
Selanjutnya adalah masih karena sifat IPS yang tidak sepekat AMOLED sehingga teknologi in-display fingerprint juga tidak bisa diterapkan di HP ini. Ya, teknologi in-display fingerprint yang belum canggih seperti sekarang belum memungkinkan panel IPS untuk menerapkannya karena lagi-lagi urusannya pada daya baterai. Teknologi seperti always-on display dan in-display fingerprint memerlukan layar HP terus aktif. always-on display memerlukan untuk menampilkan notifikasi, sedangkan in-display fingerprint memerlukan "posisi" dimana kita harus menaruh jari kita. Hal itu karena dibawah "posisi" layar itu, tersemat kamera mini untuk membaca sidik jari kita. Dan karena sifat dari layar IPS yang LED panelnya selalu menyala (tidak seperti AMOLED yang mati ketika layar menampilkan warna hitam), maka dua fitur itu memang belum bisa diaplikasikan karena dapat menyedot banyak energi. Tidak bisa ditampik, kelemahan ini merupakan ketertinggalan layar jenis IPS LCD, "
bagi sebagian orang". Kenapa bukan merupakan kelemahan bagi semua orang? Ya karena bagi orang-orang seperti saya tidak pernah mempermasalahkan keberadaan sensor sidik jari. Baik di belakang atau disamping layar yang merupakan physical fingerprint maupun di depan layar yang merupakan optical fingerprint bukan masalah bagi saya. Karena ini urusannya keamanan, bukan estetika ataupun ergonomis. Menurut saya nih ya, karena basisnya optical fingerprint adalah kamera maka masih bisa diakali. Banyak caranya di
google. Dan karena alasan itulah saya lebih prefer sama physical fingerprint yang relatif lebih aman dan sulit diakali.
Itu saya memang jujur dan kita ga boleh naif, bahwa teknologi in-display fingerprint pun memang belum benar-benar ergonomis hingga saat ini. Dia hanya berlaku pada satu titik tertentu di layar HP kita, biasanya agak ke bawah bagian tengah layar. Sifatnya itu kaku, tempatnya hanya di situ-situ saja. Lalu apa bedanya sama physical fingerprint? Iya dia lebih estetis dan ergonomis karena bisa dibuka dalam keadaan HP kita ditaruh disuatu tempat dan layar menghadap keatas. Tapi ingatlah fungsi keamanan, akurasi dan kecepatan membaca teknologi in-display fingerprint masih kalah dengan physical fingerprint. Ada lagi dalih lain yaitu tidak semua orang membutuhkan proteksi berupa fingerprint scanner. Ada juga yang lebih memakai face unlock, masih ada juga yang menggunakan pin/pola titik, dan bahkan bukan orang langka yang sama sekali tidak membutuhkan keamanan karena mungkin dia orangnya sangat protektif, jeli, awas dan telaten terhadap benda-benda yang dimilikinya. Jadi atas dasar inilah saya berani bilang masih sangat banyak sekali orang yang tidak mempermasalahkan fisik/jenis dari fingerprint scanner yang digunakan. Ya saya tidak akan mendebatkan jika anda termasuk orang yang memiliki ketergantungan atas estetika dan ergonomisitas dari in-display fingerprint. Sejujurnya, itu urusan dan preferensi anda.
Yang terakhir adalah masalah tingkat kecerahan warna. Ya, saya akui di layar IPS LCD Asus ZenFone 6 ini memang tidak lebih cerah dari layar AMOLED apalagi pabrikan brand kondang. Tapi menurut saya pribadi sudah cukup untuk pemakaian di bawah terik matahari. Konten masih terlihat walaupun yah saya harus jujur kalau tidak nendang. Ada beberapa kondisi ketika extreme sunlight, saya kesulitan melihat konten di layar Asus ZenFone 6 ini. Tapi itu rarecase, dibekali dengan tingkat kecerahan hingga 466 nits membuat Asus ZenFone 6 ini cukup layak untuk digunakan dibawah sinar matahari. Jadi sebenarnya hanya itu perbandingan antara layar berpanel IPS LCD dan berpanel AMOLED. Hanya mencakup tiga hal: kalibrasi warna (terutama warna hitam yang tidak terlalu pekat), tidak mendukung always-on display dan in-display fingerprint, serta tingkat kecerahan yang masih kalah. Selebihnya, wah saya bisa berdebat kelemahan terbesar layar berpanel AMOLED yang punya penyakit jangka panjang dan permanen yaitu burn in. Sedangkan di IPS juga masih ada penyakit demikian namanya Transient Image Persistent yang mirip burn in tapi memiliki sifat sementara. Terbukti, saya menggunakan daily driver saya beberapa HP lalu yaitu Asus ZenFone 2 Max (ZC550KL) itu awet lho dari 6 tahun lalu dan sampai sekarang dipegang oleh adik saya. Tidak ada problem yang berarti yang menyerang HP nya, selain dulu pernah terkena dead pixel tipe garis di tahun pertama (untungnya masih ada garansi, saya rasa bukan karena masalah umum tapi karena unit saya aja yang kurang beruntung). Palingan masalahnya sensitivitas layar yang berkurang, kalau mau memencet harus ditekan lebih kuat, tapi ini adalah penyakit yang sangat wajar mengingat usia HP saya yang sudah hampir 7 tahun. Bayangkan, 7 tahun cuy. Sama kayak menuanya manusia kali ya? Sedangkan HP teman saya yang rata-rata berpanel AMOLED, sekarang sudah banyak yang bermasalah layarnya padahal baru beberapa tahun dia menggunakan HP itu. Jadi secara jangka panjang Skak mate? Mari kita lanjut.
Walaupun saya di awal terlihat memuja dan membela layar IPS LCD-nya Asus ZenFone 6 ini, belum tentu ga ada keluhan sama sekali ya. Ada dua keluhan besar yang saya rasakan dalam pengalaman saya selama menggunakan HP ini. Pertama fitur Adaptive Brightness yang masih mentah (atau pada umumnya disebut Auto Brightness). Fitur ini adalah fitur yang memungkinkan HP menyesuaikan tingkat kecerahan layar berdasarkan kondisi pencahayaan lingkungan sekitar (nearby environment lights). Fitur ini menggunakan kamera atau sensor cahaya yang tertanam di bagian depan atas layar. Jadi kalau disimulasikan, jika lingkungan sekitar gelap atau redup cahayanya, maka tingkat kecerahan layar akan menurun juga. Sedangkan jika tingkat cahaya di lingkungan sekitar terang, maka tingkat kecerahan layar juga ikut naik. Fitur ini berguna untuk menjaga kesehatan mata dan menghindari mata lelah serta meningkatkan ergonomisitas penggunaan HP. Nah fitur ini menurut saya masih jauh dari kata matang hingga saat ini. Seringkali fiturnya miss (salah) dalam mendeteksi tingkat cahaya sekitar. Yang paling sering adalah ketika cahaya cukup atau cenderung terang, anehnya tingkat kecerahannya malah menurun jadi saya harus adjust manual. Asumsi saya karena sensornya menangkap lingkungan yang redup karena tertutup bayangan saya. Ini seringkali terjadi ketika saya bermain HP sambil rebahan dengan posisi layar menghadap kebawah. Pasti brightnessnya menurun bahkan seringkali hingga di level terendah. Padahal cahaya dari lampu kamar cukup terang. Karena kontradiksi itu, akibatnya sangat sulit bagi saya untuk melihat. Vice Versa, begitu juga ketika kondisi lingkungan sedang gelap/redup, fitur ini malah tidak bekerja. Misalnya saya dari ruangan yang cukup terang lalu berpindah ke ruangan yang agak gelap, sensor seringkali tidak mendeteksi perubahan itu dan tidak secara otomatis menyesuaikan cahaya. Tentu mata saya menjadi sakit dan akhirnya saya terpaksa harus menyesuaikannya secara manual. Merepotkan.
Yang kedua adalah screen flickering, ini adalah ketidaknyamanan paling fatal yang saya rasakan di bagian layar HP ini. Perlu diakui sensitivitas layar Asus ZenFone 6 ini menurut saya kurang, entah karena masalah software ataupun hardware. Tapi menurut saya, ini hanyalah masalah software dan bug yang belum terdeteksi oleh teknisi Asus. Saya kurang paham apa nama fenomena yang sering saya rasakan tapi untuk istilah awam mungkin bisa saya golongkan sebagai screen flickering. Screen Flickering ini bukan yang parah ya, dia lebih seperti Screen Blinking yang seringkali muncul ketika saya sedang mengetik. Sebagai pembuka, saya adalah orang yang "aneh" bagi orang yang hidup di zaman ini. Ketika para pengguna smartphone menggunakan keyboard model QWERTY, saya justru nyaman menggunakan keyboard berbentuk candybar/alphanumeric. Keyboard yang lazim digunakan oleh HP-HP "kentang" tanpa OS atau ber-OS Symbian. Saya bisa saja menggunakan keyboard model QWERTY. Bukan masalah terlalu kecil bagi jari saya, karena saya nyaman-nyaman saja menggunakan model keyboard QWERTY di HP saya. Namun namanya juga preferensi kenyamanan, saya lebih suka menggunakan model lawas itu. Sensasi jadulnya terasa dan orang-orang seringkali keheranan, itu yang membuat saya selalu suka menggunakan keyboard antimainstream di zaman ini. Daya tariknya membuat saya merasa memiliki karakteristik yang "unik" dan "nyentrik".
Oke mengenai screen blinking atau screen flickering ini seringkali terjadi ketika saya mengetik. Anda pasti tau atau bisa membayangkan repotnya mengetik dengan menggunakan model keyboard lawas. Untuk beberapa karakter harus klik keyboard selama berulangkali dengan jeda waktu sekian milidetik. Tidak seperti model QWERTY yang semua karakternya dimunculkan hanya dengan sekali klik saja. Nah fenomena ini muncul tiap kali saya mengetikkan karakter yang membutuhkan beberapa kali klik supaya muncul. Contohlah huruf "C" yang harus saya klik tiga kali pada tombol "ABC". Nah seringkali di ketukan pertama atau kedua terdapat fenomena blinking atau flickering itu. Apa yang membuat tidak nyaman? Karena layar yang berkedip itu, menyebabkan keyboard lalu menghilang. Menghilangnya ini bukan karena error ya, tapi lebih karena "menyembunyikan diri" seolah-olah sedang dalam keadaan tidak dipakai. Padahal saya tau dan sadar betul saya tidak memencet tombol untuk menyembunyikan keyboard. Akibatnya yang paling sering adalah saltik/typo. Terkadang secara tidak sengaja terpencet "send" sehingga pesan yang belum selesai diketik itu terkirim duluan padahal putus di tengah jalan atau bahkan ada typo. Ini benar-benar fenomena yang sangat menjengkelkan apalagi ketika saya butuh mengetik dengan cepat apalagi yang saya ketik panjang kali lebar kali tinggi.
Sudah beberapa kali update, fenomena ini tak kunjung hilang. Asumsi saya, mungkin karena sangat jarang sekali pengguna yang memakai tipe keyboard lama seperti saya, sehingga bug ini jarang terjadi. Hipotesa saya, keadaan ini tidak terjadi pada model keyboard QWERTY. Mungkin karena HP jaman sekarang tidak didesain untuk "disentuh" pada titik yang sama selama berkali-kali dalam jangka waktu yang sangat cepat. Jadi softwarenya kagok kali ya? Karena saya merasa tidak pernah menemukan fenomena seperti ini untuk aktivitas lain, selain mengetik. Aneh bukan? Dan mungkin karena model keyboard saya yang tidak biasa dan jarang digunakan, sehingga bug ini sulit terdeteksi oleh sistem. Tapi ya sudahlah, saya juga malas untuk report atau membuka diskusi di Asus ZenTalk Forum. Karena mungkin ini hanyalah minor dan rare case bagi pengguna lain dan mungkin saya hanya disarankan untuk mengganti ke model keyboard QWERTY jika mulai terganggu. Jadi yasudahlah biarkanlah saya menikmati bug unik ini sendirian. Harapannya jika ada tim Asus yang membaca dapat memperbaiki undetected issues seperti ini.
4. Performa Baterai dan Charging
Sudah tidak terelakkan, pada saat pertama kali dirilis Asus ZenFone 6 ini bisa jadi trendsetter pembuka HP Flagship suatu brand dengan kapasitas baterai yang gila, luar biasa jumbonya. 5000 mAh!!! Sampai zaman itu, Brand HP Mainstream rata-rata mengeluarkan HP Flagship dengan kapasitas baterai yang biasa aja. Paling mentok 4000 mAh. Padahal performa mereka yang ganas pastinya rakus daya daripada HP dengan level di bawahnya. Nah Asus hadir menggebrak tradisi itu, dengan menghadirkan flagship dengan performa terkencang saat peluncurannya di Valencia, yang hadir dengan kapasitas baterai jumbo sebesar 5000 mAh. Trend yang kemudian diikuti oleh beberapa HP Flagship terkini termasuk merek kondang seperti Samsung misalnya melalui Flagship terbarunya yaitu Samsung Galaxy S20 Ultra. Dan mari sekarang kita bahas pengalaman saya selama menggunakan baterai jumbo ini.
Baterainya... Hmm sebenarnya tidak perlu dibahas banyak dan panjang seperti section sebelumnya. Cukup saya bilang bahwa kapasitas baterai yang jumbo ini memang merupakan salah satu pertimbangan penting saya dalam memilih suatu HP apalagi yang akan dijadikan daily driver. Sejak saya menggunakan Asus ZenFone 2 Max sebagai daily driver hampir 7 tahun lalu (sejak sekitar tahun 2014), saya memang kepincut dengan HP baterai jumbo. HP lawas saya juga begitu, memiliki kapasitas 5000 mAh. Jadi, pindah ke HP apapun, segimanapun terkenal dan sengebut apapun suatu HP jika baterainya selisih 500 mAh saja saya merasa itu adalah downgrade. Aneh ya? Iya, karena selama ini saya menggunakan HP bukan untuk keperluan berat seperti gaming, editing atau rendering. Saya menggunakan HP untuk aktivitas normal, mostly untuk chat dan sebagian lagi urusan multimedia untuk hiburan. Jadi dengan kegiatan yang normal-normal saja itu, pola pemakaian saya sangat bergantung pada keawetan dibandingkan performa. HP dengan kapasitas 5000 mAh keatas lebih memberikan produktifitas dengan durasi panjang dibandingkan yang ada dibawahnya. Walaupun saya juga tau, terkadang optimasi software juga berpengaruh terhadap ketahanan baterai. Namun tetap saja, kapasitas 5000 mAh yang teroptimasi mutlak akan mengalahkan optimasi baterai berkapasitas 4000 mAh, kan?
Intinya, inilah mengapa saya lebih memilih Asus ZenFone 6 walaupun mungkin ada brand lain yang menawarkan Flagship dengan harga murah meriah atau bahkan ada yang lebih tinggi dan selisih tipis seperti Realme X2 Pro. Karena dia memiliki kapasitas baterai dibawah 5000 mAh, saya tidak siap menurunkan produktifitas saya. Sebagai gambaran ekspektasi pemakaian HP saya adalah sekitar 2 hari atau minimal satu setengah hari. Dan saya cukup nyaman menggunakan HP dengan baterai 5000 mAh, takut akan risiko kecewa jika baterai dengan kapasitas dibawahnya namun sulit untuk mencapai Screen On Time selama itu. Kenapa tidak membeli Asus ROG Phone 2 yang kapasitasnya 6000 mAh? Saya sempat menyesal dan bertanya pada diri saya sendiri masalah itu. Pertama karena ketika saya membeli Asus ZenFone 6 ini, Asus ROG Phone 2 belum keluar dan tidak jelas apakah akan resmi atau tidak. Namun ternyata dua bulan kemudian HP itu keluar haha. Tapi saya menyadari, saya bukanlah orang yang masuk kriteria target market Asus ROG Phone 2. Saya bukan orang yang intens bermain Game. di HP Asus ZenFone 6 ini saja, game berat yang intens saya mainkan adalah Vector 2. Sekarang sudah saya uninstall dan satu-satunya game yang saya mainkan adalah 8Pool. Sungguh mubadzir sekali bukan jika saya tidak memanfaatkan potensi performa Asus ROG Phone 2. Kalaupun saya beli, mungkin tingkat keawetannya mirip-mirip dengan Asus ZenFone 6 ini. Karena saya memang lebih mengincar keawetan HP (Future Proof), jadi saya memilih HP yang tepat. Sedangkan target pasar dari ROG Phone 2 menurut saya adalah gamers, dan saya juga kurang suka dengan dagu dan jidat yang tebal yang memang bukan didesain untuk tujuan daily use.
Maka intinya yang akan saya ceritakan adalah, jika anda adalah orang seperti saya, maka ini adalah HP yang tepat untuk anda. Jika anda mencari HP dengan baterai besar, konsekuensinya adalah anda lebih jarang mengisi daya HP anda. HP anda akan lebih awet secara teori dan jika dikalkulasikan mungkin bisa bertahan satu atau dua tahun lebih panjang jika dibandingkan HP dengan kapasitas baterai lebih kecil dan pola pengisian daya yang lebih intens. Jika penggunaan anda adalah penggunaan normal dan cenderung untuk produktifitas dibandingkan hiburan, kapasitas baterai HP ini sangat mendukung aktivitas anda itu. Saya seringkali mengisi daya baterai ini sekitar dua kali dalam tiga hari (satu kali full charge bertahan satu setengah hari). Sebenarnya daya ini cukup menurun karena adanya beberapa kali update software, awalnya bisa dua hari sekali. Namun mungkin karena masalah optimasi software saja karena beberapa update software memang lebih berfokus pada stabilitas sistem dan perbaikan minor lainnya. Sektor baterai terlihat belum menjadi concern utama. Fenomena ini paling terasa di daily driver saya sebelumnya yaitu Asus ZenFone Max Pro M2, yang ketika menggunakan android 9 bisa bertahan dua hari tapi setelah upgrade ke android 10 justru hanya bertahan paling lama satu setengah hari, tidak jarang satu hari sudah low battery.
Untuk pengisiannya? Relatif biasa aja bro. Ga cepat dan ga lama juga. Dalam keadaan normal, mengisi daya 5000 mAh dari nol sampai 100% membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Namun saya menerapkan hibit yang ketat untuk menjaga performa baterai tetap awet seperti yang saya terapkan di Asus ZenFone 2 Max, yaitu baru saya charge ketika dayanya dibawah 20% namun tidak sampai 0%. Untuk anda yang mau hemat daya, ikutilah tips trik itu ok? Selain itu, saya juga selalu menggunakan charger bawaan kecuali kondisi darurat. Kekuatan charger bawaan Asus ZenFone 6 ini adalah 18 watt dan biasanya dapat mengisi daya selama dua setengah jam dengan menggunakan pola pengisian saya. Itu dengan keadaan airplane, semua koneksi dimatikan dan aplikasi ditutup. Saya sebenarnya pernah mencoba mengisi daya sambil saya gunakan untuk aktivitas ringan dan hasilnya tidak berbeda signifikan dengan ketika kondisi idle. Tapi untuk alasan keawetan, saya biasanya menghindari hal itu. Saya biarkan HP saya menikmati makanannya tanpa melakukan apapun.
Dengan baterai jumbo dan estimasi pengisian daya yang selama itu, apakah aman jika ditinggal tidur? (Overnight charging). Well masih menyisakan perdebatan seru apakah sebenarnya tidak mengapa jika suatu HP di charge sambil ditinggal tidur. Sebagian mengatakan itu aman-aman saja karena baterai smartphone itu sudah "smart". Sebagian mengatakan tetap berbahaya atau setidaknya bisa mempengaruhi umur baterai dalam jangka panjang. Tapi ternyata Asus sudah memikirkan perdebatan itu dan memberi solusi dari segi software. Ada fitur yang disebut sebagai Battery Care dimana sistem akan memperlambat pengisian baterai jika kita charge ketika kita tinggal tidur. Secara teori, sistem ini akan memperawet usia baterai karena dapat menghindari overcharge. Misalnya kita mulai charge jam 10 malam dan biasanya bangun jam 4 pagi. Maka ada pengaturan estimasi waktu itu di fitu Battery Care. Sehingga jika kita terbagun pada jam 3 pagi, kita lihat baterai kita tidak akan penuh. Hal ini karena sistem memperlambat masuknya daya ke baterai HP sehingga secara otomatis, baterai baru akan terisi penuh jika telah masuk jam 4 pagi. Fitur memperlambat aliran daya listrik ini memang secara teori dapat memperpanjang usia baterai karena jarang mengalami overcharge. Hibit saya sendiri mengaktifkan fitur ini karena seringkali saya charge sambil saya tinggal tidur. Tapi di setengah hari selanjutnya ketika baterai kritis, saya charge ketika siang sehingga bisa saya tunggu sambil melakukan aktivitas lain sementara HP saya biarkan mengonsumsi makanannya.
5. Review Software dan SoC Penunjang
Sebagai HP Flagship, Asus ZenFone 6 ditenagai oleh chipset yang tidak main-main juga. Walaupun bukan newcomer dan highest chipset level untuk saat ini, processor yang ditanamkan adalah SoC khusus untuk Flagship yang masuk jajaran Snapdragon 800.an. Yap, HP ini dibekali chipset Qualcomm Snapdragon 855, biasa. Bukan 855+ yang di overclock. Bukan juga processor Flagship terbaru yaitu Qualcomm Snapdragon 865 yang dirilis pada akhir tahun 2019 dan menjadi booming oleh HP-HP Flagship di tahun 2020. Tapi saya rasa, processor ini sudah lebih dari cukup untuk menunjang produktifitas, awet dan akan menjadi processor yang future proof walau suatu hari nanti pasti akan menjadi SoC "kentang" juga. Bayangkan saja, kehadiran Qualcomm Snapdragon 865 saja sudah menekuk lutut saudara kandung dua angkatan sebelumnya. Perbandingannya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan processor keluaran 2017 yaitu Qualcomm Snapdragon 845. Mungkin dua atau tiga generasi lagi, processor HP ini sudah akan menjadi processor cupu. Tapi kan itu sekitar tiga dua atau tiga tahun lagi. Nyatanya, masih banyak HP Flagship yang seangkatan dan memakai SoC yang sama seperti HP ini. Bahkan HP ini termasuk salah satu pioner yang menjual HP dengan processor Qualcomm Snapdragon 855 pertama di Indonesia. Untuk performa? Jelas tidak ada masalah hingga menjelang pertengahan tahun 2020 ketika post ini dibuat. Semua masih lancar jaya, snappy, dan kata-kata reviewer lain yang menggambarkan ke-luarbiasa-an suatu SoC.
Sayangnya untuk ketersediaan memori, hanya ada satu varian yang masuk resmi di Indonesia yaitu RAM 6GB dan internal storage yang "hanya" 128GB. Apakah kurang? Bagi saya sih tidak. Justru saya masih menggunakan memori eksternal yang besarnya hanya 8GB saja. Tapi RAM nya itu lho, kurang future proof. Disaat HP Flagship lain memasukkan RAM sebesar 8GB keatas, HP ini malah tidak memberi opsi sama sekali. Padahal di pasaran global, terdapat varian RAM 8GB dan internal memory sebanyak 256GB, lho. Mungkin Asus menganggap Indonesia terlalu missqueen kali ya untuk membeli varian yang lebih tinggi. Tapi menurut saya, 6GB itu yaaa..... Gimana ya, bisa dibilang cukupan lah untuk tahun 2020 ini. Bukan RAM yang wah, ibarat kondisinya biasa-biasa aja, bukan menengah keatas ataupun menengah kebawah. Benar-benar ada di tengah. Lucunya, lebih banyak lagi HP Medium Category yang memiliki RAM 6GB atau malah lebih. Yasudahlahya mari kita kurangi komplain dan fokus ke performa. Performanya dengan semua tandeman itu cukup ngebut, dengan catatan bukan untuk dipakai menjalankan banyak aktivitas berat lho ya. Kalau cuma satu game model PUBGM, CODM atau ML yah menurut saya bisa-bisa aja. Setidaknya bukan game yang berorientasi pada grafis banget, HP ini masih mampu melibasnya (Walaupun jujur saya tidak pernah memainkan game itu sih hehehe tapi banyak reviewer yang bisa kamu jadikan rujukan).
Yang jelas untuk performa produktifitas, HP ini bisa dibilang mumpuni dan sangat lebih dari cukup. Bahkan diselingi game kecil-kecilan seperti Vector 2 atau 8Pool, bukan masalah gais. Tapi dulu di awal mempunyai HP ini ada yang membuat saya jengkel. Disela-sela multitasking yang saya lakukan, tiba-tiba muncul stutter lag yang sangat mengganggu. HP tiba-tiba lemot dan berpindah-pindah aplikasi rasanya tidak smooth. Beberapa saat kemudian HP ini terasa hangat dan panas cangkang belakangnya, padahal posisinya saya tidak melakukan pekerjaan berat. Tidak sedang bermain game, melakukan editing apalagi rendering. Hanya menggunakan aplikasi mainstream seperti IG, WA, Line. Saya iseng mencoba merestart HP (setelah curhat dan sambat, ya pasti dongkol lah "heh ini kan HP Flagship, spesifikasi jempolan kok bisa nge-lag?") dan setelah direstart, voila! HP Berjalan lancar jaya seperti semula. Saya rasa ini hanyalah masalah bug yang tidak penting dan baru terdeteksi oleh teknisi Asus. Buktinya beberapa saat setelah kejadian itu, ada update software yang salah satunya memperbaiki "system stability" dan setelah itu HP berjalan normal seperti sedia kala.
Mumpung habis ngomongin update software, bagaimana kebijakannya? Di awal membeli HP ini, penjual dengan sukarela sudah meng-upgrade firmwarenya ke versi terbaru walaupun dilakukan secara manual. Yap, ROM untuk HP ini adalah ROM global yang bisa didapatkan versi resminya di situs resmi Asus dan dapat melakukan update software secara manual (dan legal) jika tidak sabar. Tapi itu dulu, di sekitar akhir 2019 ketika saya membeli HP ini. Selanjutnya, ada update via FOTA (Firmware Over The Air) bahkan untuk major update seperti upgrade dari Android 9 ke Android 10. Jadi untuk yang risau akan membeli HP ini setelah membaca post ini jangan khawatir, update anda insya Allah otomatis digulirkan ke HP anda setelah instalasi (Setup Wizard) selesai dan terhubung dengan koneksi internet. Bahkan mungkin jika anda membeli keluaran pabrikan terbaru, Android 10 sudah otomatis terinstall dalam HP anda. Hanya tinggal melakukan update software yang minor. Nah ini yang keren, Asus tampaknya sangat memperhatikan dan memanjakan penggunanya.
Sejak pertama kali menggunakan HP ini, tiap bulan saya menerima update software FOTA! Bagi yang belum tau, FOTA Update adalah sistem upgrade software yang diterapkan Asus dan brand HP lain untuk secara berkala memelihara sistem perangkat lunak gawai anda. Biasanya FOTA Update ini akan memperbaiki bugs, melancarkan stabilitas sistem dan menambah fitur baru yang bisa ditambahkan dari segi software. FOTA Update seperti akronimnya, digulirkan secara online melalui koneksi internet. Jadi setiap kali ada FOTA Update, anda akan diberi notifikasi yang tidak bisa di-exit pada panel notifikasi anda. Sehingga mau ga mau untuk menghilangkan notifikasi itu, anda harus meng-OK untuk melakukan update software. Anda hanya perlu terkoneksi internet dan memiliki kapasitas baterai yang cukup, kira-kira diatas 20% untuk menjalankan FOTA Update. Ketika anda meng-ACC FOTA Update, sistem akan mengunduh paket firmware itu dan setelah selesai, anda akan diberi opsi apakah akan update seketika atau dijadwalkan (postponed) selama beberapa jam setelahnya. Jangan khawatir, update berjalan dengan cepat kok ga sampe lima menit. Biasanya ketika anda menyetujui untuk update, sistem akan mulai melakukan instalasi update itu. Setelah selesai, HP anda akan merestart (Reboot) dengan sendirinya, menjalankan update secara idle dan melanjutkan proses menyalakan kembali sistem. Setelah selesai, selamat sistem anda ter-update! Sesuatu yang mewah yang jarang anda dapatkan di Medium Category. Bahkan jika saya mengikuti para Tech Reviewer favorit saya, HP Flagship dari brand kondang seperti Sams*ng sekalipun tidak rajin mendapatkan update software. Jadi bagi anda yang memiliki, baru saja memiliki atau akan memiliki HP ini seharusnya merasa beruntung dan berbangga hati diperhatikan oleh Asus. Salut!